Selasa, 11 Januari 2011

TRADISI MEMBACA TERJEMAH AL QUR’AN

BismilLah walhamdulilLah. wa-shshalatu wa-ssalamu ‘ala rasulilLah
wa ‘ala alihi wa ashhabihi wa ma-wwalah, amma ba’du

assalamu’alaikum wa rohmatullohi ta’ala wa barokatuhu

Sebuah angket yang dibuat oleh sebuah perpustakaan Islam belum lama ini
cukup menghentakkan kelalaian kita sebagai umat Islam.
Pernahkah anda membaca khatam terjemahan ayat ayat suci Al Qur’an (sebanyak 30 juz).

Sebagian besar pengisi angket itu bisa dipastikan akan menjawab tidak.
Mengapa jawabannya bisa ditebak sebegitu mudah ?
Hal ini karena selama ini tradisi membaca Al Qur’an berikut artinya
memang masih terasa asing dirumah rumah muslim.

Pastinya, tidak ada orang yang setiap ba’da Maghrib
membaca Al-Qur’an berikut artinya dengan suara lantang.
Atau setidaknya membaca Al-Qur’an dengan lantang
yang kemudian membaca artinya secara perlahan,
baik secara bergantian maupun berurutan.

Hal ini masih dianggap aneh.
Dengan kata lain bisa dikatakan bahwa mendengar
bacaan Al Qur’an dengan modal semacam ini pastilah
terdengar janggal di telinga.
Biasanya, pengertian ibadah membaca Al Qur’an itu baru
sebatas anjuran membaca Al-Qur’an sesering mungkin supaya
mendapatkan pahala dan menenteramkan hati yang
sedang dirundung masalah.

Padahal, sesungguhnya hakekat dari membaca Al Qur’an
secara berulang ulang adalah untuk memahami dan mendalami
firman firman Alloh.

Tapi bagaimana mungkin muncul sebuah pemahaman bila arti ayat Al
Qur’an yang tertulis dalam bahasa Arab tidak diketahui sama sekali.
Apalagi semua orang sadar, hanya sepersekian persen saja orang Islam
yang mengerti bahasa Arab.

Secara tekstual, Al Qur’an memang memiliki untaian kata yang indah
karena ia disusun dengan bahasa sastrawi yang tiada tandingnya.
Maka hanya dengan mendengarnya saja , hati seseorang dapat bergetar
dan tunduk kepada kebesaran asmaNya.
Yang membacanya pun bisa mendapatkan ketentraman hati
yang luar biasa hebat.

Tapi, sebagai umat Nabi Muhammad SAW yang diperintahkan untuk ber - iqra’
(mengkaji, mendalami, dan mengembangkan ilmu ), tentulah membaca saja jauh
dari kata cukup, tetapi juga membutuhkan pemahaman yang mendalam tentang
makna dan arti firman firman Alloh.

Bukankah Al Qur’an adalah kitab suci yang mengandung begitu banyak hamparan ilmu ?
Didalamnya tercakup semua aspek kehidupan manusia dan segala informasi
tentang masa lalu dan masa yang akan datang.

Tidak ada satupun kajian ilmu yang luput dari penuturan Al Qur’an.
Maka untuk memahami kandungan ayat ayat suci Al Qur’an yang begitu luas,
para ulama berlomba lomba membuat kitab kitab tafsir.

Sebut saja sedikit contoh Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir fi Dzilalil Qur’an,
dan masih banyak lagi yang lainnya. Termasuk juga buku tafsir kontemporer
yang ditulis oleh ulama masa kini, seperti Tafsir Misbah karangan
Prof Dr. M Quraish Shihab.

Buku buku tafsir inilah ( disamping buku buku penunjang lainnya )
yang bisa mengantarkan kita kepada pemahaman ayat ayat Al Qur’an.
Semakin dalam Al Qur’an dikaji, semakin sedikit ilmu yang kita miliki.
Dan semakin banyak pula kunci kunci ilmu yang bisa ditemukan dalam Al Qur’an.

Demikianlah. Bila tradisi membaca Al Qur’an masih terpaku kepada cara cara
konvensional, maka umat Islam akan selalu tertinggal sekian langkah
dibelakang ilmuwan ilmuwan Barat yang saat ini sedang sibuk dalam menerapkan
ilmu ilmu yang mereka punya dalam bentuk penemuan-penemuan baru dan
teknologi masa depan.

Lalu, saat penemuan itu dilansir disebuah media massa,
barulah kita berujar,” Ah, itu mah sudah tertulis di dalam Al Qur’an…..?!
Wallahu ‘alam bish showab

Semoga Bermanfaat
sumber: http://arsel.blogsome.com/2005/09/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar